Hindari Pemborosan Makanan dengan Menghargai Setiap Sajian
Mengapa Pemborosan Makanan Menjadi Masalah Serius
Rezeki yang diterima seringkali berubah menjadi sesuatu yang tidak terduga. Contohnya, seseorang menerima gaji pada hari Rabu, tetapi pada hari Kamis, uang tersebut digunakan untuk membeli kacamata baru dan kebutuhan lainnya. Akhirnya, ia mengalami impas.
Itulah cara Tuhan memberikan kemudahan dalam kehidupan. Kejadian-kejadian yang terjadi selalu teratur dan seimbang. Namun, banyak orang tidak menyadari hal ini. Seperti contoh dari seorang konsumen di warteg yang menyia-nyiakan rezeki dengan meninggalkan makanan yang masih layak dikonsumsi. Makanan itu akhirnya dibuang oleh penjual nasi.
Boleh jadi, orang tersebut berpikir bahwa makanan itu dibeli dengan uangnya sendiri, dimakan dengan mulutnya sendiri demi memuaskan perutnya sendiri. Ia merasa bebas untuk memilih apakah ingin memakan atau tidak. Bagi saya, tindakan ini dianggap sia-sia. Karena makanan yang tersisa akan dibuang dan tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Saya sedang menunggu penyelesaian pesanan kacamata di toko kacamata. Masalahnya, lensa kacamata kanan terlepas dari rangkanya beberapa kali. Setelah empat tahun penggunaan, lensa tersebut lelah berpegangan pada bingkai. Ditambah, kacamata sering jatuh dan membentur lantai. Merekatkan kembali lensa menggunakan lem UHU hanya solusi sementara. Akhirnya, harus diganti dengan kacamata baru.
Selama menunggu satu jam, saya memesan segelas kopi tanpa gula dan tempe tahu goreng di warteg. Tidak lama setelah itu, seorang pembeli duduk di sebelah saya. Ia memesan setengah piring nasi, perkedel, oseng rebon, dan semangkuk soto ayam. Pilihan yang bijak. Dengan porsi tersebut, mestinya ia bisa menghabiskan makanan yang dipesan.
Setelah membayar, ia beranjak. Sementara saya masih menunggu kabar dari pembuat kacamata. Saat melihat ke sebelah, makanan masih tersisa. Mangkuk tinggal kuah, tetapi di piring masih ada banyak nasi dan lauk. Hidangan tersisa!
Meski bukan hal langka, tidak menghabiskan makanan yang layak konsumsi adalah hal yang menyedihkan. Jika makanan basi, tentu tidak layak dimakan. Namun, jika masih layak, maka tidak boleh disia-siakan.
Pemborosan makanan bisa terjadi di berbagai tempat seperti tempat makan, ruang hajatan, supermarket, bahkan di rumah. Penyebabnya beragam, mulai dari kurangnya kesadaran hingga kebiasaan berlebihan dalam mengambil makanan tanpa menghabiskannya. Selain itu, kurang cermat dalam memantau tanggal kedaluwarsa produk makanan juga bisa menyebabkan makanan terbuang.
Saya ingin menyoroti kebiasaan buruk ini. Banyak orang merasa bahwa menghabiskan makanan akan dianggap rakus. Itu alasan yang sangat tidak masuk akal. Bagi saya, hanya ada dua macam rasa makanan: enak dan enak sekali. Maka, setiap hidangan yang tersaji, saya nikmati hingga butir nasi dan tetes kuah terakhir. Tidak ada sisa! Kecuali sendok, piring, dan mangkuk yang sangat keras bila dikunyah.
Jika tersedia hidangan prasmanan, saya mengambil makanan yang cukup. Tidak berlebihan. Tidak sepiring munjung dan menggunung. Jika berada di tempat makan, saya memesan nasi setengah, bahkan sepertiga dengan lauk dan sayur dalam jumlah wajar.
Suatu ketika, saya mendapat hidangan dengan porsi besar menurut ukuran saya, maka saya menyantapnya pelan-pelan hingga licin tandas. Ada beragam cara agar makanan layak konsumsi bisa habis. Kesadaran untuk tidak menyia-nyiakan makanan membuat kita lebih cerdas dalam menyiasati.
Oleh karena itu, tidak pernah ada alasan bagus untuk menyia-nyiakan makanan. Lain cerita jika sakit, selera makan mungkin berkurang.
Untuk menghindari food waste atau pembuangan makanan layak konsumsi, kita bisa melakukan beberapa hal berikut:
- Tidak lapar mata saat mengambil nasi
- Mengambil makanan secukupnya
- Mengingat bahwa ada banyak orang lain yang mengalami kelaparan
- Tidak terburu-buru untuk menikmati setiap suapan
- Menghabiskan dan tidak menyisakannya
- Paling penting, bersyukur telah mendapatkan hidangan layak
Jadi, hargai hidangan yang tersaji. Jangan sia-siakan dan sisakan! Habiskan sampai licin tandas, sehingga tiada lagi –setidaknya mengurangi– food waste di muka bumi.