3 mins read

KAHMI Minta Kemenperin Jelaskan Kuota Impor Tekstil

Kinerja Pemerintah Dihujat Terkait Kasus Pailit PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstile Tbk

Kasus pailit PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstile Tbk (SBAT) kembali menjadi sorotan, terutama terhadap kinerja pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Direktur Eksekutif Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil, Agus Riyanto, menilai bahwa pemerintah gagal dalam membina industri tekstil dalam negeri. Ia menilai bahwa pemerintah terus membiarkan gelombang deindustrialisasi yang terjadi di sektor ini.

“Sudah sekitar tiga tahun pabrik tekstil berguguran, buruh terlunta-lunta, tapi oknum pejabatnya masih pesta bagi-bagi kuota impor,” ujar Agus dalam keterangan yang diterima ASKAI.ID – Top UP Isi Ulang Game Murah, Kamis (2/10/2025).

Menurut Agus, penyebab utama deindustrialisasi adalah banjir impor yang diatur melalui kuota impor di bawah kewenangan Kemenperin. Ia menekankan perlunya transparansi dalam distribusi kuota tersebut.

“Berani nggak Kemenperin buka data, kuota impor mereka berikan kepada siapa saja, jumlahnya berapa banyak? Karena rahasia umum di kalangan tekstil, kuota besar hanya diberikan ke sekitar 20 perusahaan milik segelintir orang,” ujarnya.

KAHMI juga mempertanyakan konsistensi Kemenperin yang kerap berbicara mengenai perlindungan industri, namun dalam praktiknya menolak berbagai usulan pengenaan anti-dumping maupun safeguard.

“Pembelaan apapun sulit dipercaya, karena data BPS menunjukkan impor terus naik. Alasan industri lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik juga omong kosong, buktinya banyak pabrik tutup karena kalah bersaing dengan barang impor dumping,” tegas Agus.

Penolakan Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping

Pernyataan KAHMI turut diperkuat oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil. Ia mencontohkan kasus anti-dumping benang filament asal China, di mana Kemenperin justru menolak pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD).

“Padahal sudah terbukti dumping. Alasannya mengada-ada dan hanya untuk kepentingan kelompok importir tertentu saja,” ujarnya.

Dengan kondisi industri tekstil yang terus melemah, KAHMI dan APSyFI sama-sama menekankan pentingnya langkah tegas pemerintah. Bagi mereka, transparansi data kuota impor menjadi kunci untuk mengakhiri dugaan permainan kepentingan yang merugikan industri dalam negeri.

Tantangan yang Dihadapi Industri Tekstil

Industri tekstil menghadapi berbagai tantangan, termasuk persaingan ketat dari produk impor yang sering kali dijual lebih murah. Hal ini membuat banyak pabrik lokal kesulitan untuk bertahan. Menurut data BPS, impor tekstil terus meningkat, meskipun ada upaya pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri.

Agus Riyanto menyoroti bahwa beberapa upaya perlindungan seperti pengenaan anti-dumping atau safeguard sering ditolak oleh pemerintah. Ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan kelompok tertentu.

Langkah yang Diharapkan

Dalam situasi ini, KAHMI dan APSyFI mengharapkan adanya kebijakan yang lebih transparan dan adil. Mereka menyerukan agar Kemenperin dapat membuka data kuota impor secara terbuka, sehingga masyarakat dan pelaku industri dapat memahami alur distribusi impor yang terjadi.

Selain itu, mereka juga mengingatkan pentingnya kebijakan yang pro terhadap industri dalam negeri. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan industri tekstil dapat bangkit kembali dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Bergabung bersama kami, dapatkan kupon diskon untuk isi ulang game murah! Nikmati fitur menarik kami:

0

Subtotal