Revisi UU BUMN Kuatkan Danantara, Tapi Tantangan Tata Kelola Masih Ada
ASKAI.ID – Top UP Isi Ulang Game Murah.CO.ID – JAKARTA
Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah resmi berlaku setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah ini dinilai sebagai langkah penting dalam merombak arsitektur kelembagaan perusahaan pelat merah. Namun, banyak pihak menilai bahwa restrukturisasi ini bukan akhir dari masalah, melainkan awal dari trade-off baru yang harus dikelola secara hati-hati.
Dalam revisi tersebut, Kementerian BUMN diubah menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dengan peran sebagai regulator. Sementara itu, posisi Danantara sebagai pengendali ekonomi BUMN semakin diperkuat. Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengibaratkan perubahan ini sebagai tindakan \”memindahkan kokpit BUMN ke satu pilot\”, yakni Danantara, sementara BP BUMN berfungsi sebagai menara pengawas.
Menurut Achmad, masalah utama BUMN selama ini adalah dualisme peran Kementerian BUMN yang bertindak sekaligus sebagai regulator dan pemilik ekonomis. Dualisme ini menyebabkan akuntabilitas melebur, keputusan korporasi tersendat, dan performa tidak konsisten. Ia menilai revisi UU BUMN berhasil menghapus dualisme tersebut. Dengan pembagian tugas yang lebih jelas, hal ini membuka jalan perbaikan tata kelola. Namun, sentralisasi kewenangan juga harus diimbangi dengan checks-and-balances yang tegas.
Di samping itu, Achmad mengingatkan bahwa struktur baru tidak serta merta membuat kinerja keuangan BUMN yang lesu melonjak. Menurutnya, kunci keberhasilan ada pada kontrak public service obligation (PSO) yang jelas dan transparan. Tanpa kerangka PSO yang terkontrak, penugasan layanan publik akan terus menggerus kinerja holding, dan pada akhirnya menagih kompensasi diam-diam dari APBN. Revisi UU membuka peluang memperbaiki ini, tapi belum menjamin mekanisme kontrak PSO yang rinci.
Achmad menegaskan, efisiensi Danantara harus diimbangi oleh penguatan regulator. Dalam hal ini, BP BUMN mesti diberi hak konfirmasi untuk aksi korporasi material, kewajiban keterbukaan kinerja per holding, hingga protokol sanksi bila standar tata kelola dilanggar.
Setelah revisi UU BUMN disahkan, ia menyarankan setidaknya enam langkah yang perlu segera ditempuh:
- Kontrak PSO yang dipublikasikan dengan ring-fencing anggaran.
- Policy on capital allocation Danantara yang transparan (hurdle rate, prioritas sektor, batas leverage).
- Laporan kinerja portofolio per kuartal, bukan hanya laporan konsolidasian.
- Risk governance yang ketat (mismatch valuta, jatuh tempo utang, stress test grup).
- Prinsip pasar untuk patriot bonds, termasuk kupon berbasis risiko.
- Audit independen oleh BPK dan komite khusus yang dilaporkan ke DPR tiap semester.
Secara keseluruhan, ia menilai sentralisasi tanpa transparansi hanya akan memindahkan masalah dari satu ruangan ke ruangan lain. Indonesia ingin terbang lebih tinggi dengan armada BUMN yang tersusun rapi. Kita sudah menunjuk satu pilot, yakni Danantara. Kini saatnya memasang juga black box, checklist, dan menara pengawas yang bekerja. Hanya dengan itu, sentralisasi bisa jadi efisiensi, bukan sekadar euforia.